Pilkada serentak 2015 sudah dimulai di negeri ini. Pilkada DKI memang tidak termasuk Pilkada Serentak 2015. Tapi Pilkada karena wakil gubernurnya diangkat menjadi gubernur karena gubernurnya telah terpilih menjadi Presiden RI. Karena masa baktinya sudah hampir selesai, maka Pilkada DKI Jakarta Raya mulai dibuka.
Para calon gubernur DKI Jakarta Raya sudah mulai mendeklarasikan dirinya untuk bertanding dalam Pilkada DKI Jakarta Raya. Suasana politik pun sudah mulai sedikit memanas. Untunglah iklimnya sudah berganti. Sudah tidak lagi iklim musim panas atau kemarau. Malah musim pengujan sudah tiba, dan banjir pun sudah melanda di mana-mana. Itulah sebabnya maka masalah bungkus kabel yang telah menyumbat saluran irigasi di kawasan istana menjadi salah satu isu sentral yang menjadi bahasan para calon gubernur. Siapa yang membuang sampah bungkus kabel tersebut? Adakah unsur kesengajaan yang ingin menjatuhkan nama baik petahana? Polisi pun segera menjadi sumber penyebabnya.
Terkait dengan proses Pilkada DKI Jaya, saya memang bukan penduduk Ibu Kota Jakarta. Saya hanyalah penghuni lama yang tinggal di ‘Daerah Elit Pemukiman Orang Kota (Depok).’ Tak ada sedikit pun kepentingan dengan proses Pilkada DKI Jaya ini. Sekali lagi karena saya bukan warga kota DKI Jaya, yang memiliki hap pilih memilih gubernur DKI Jaya.
Tetapi walau pun bagaimana Jakarta adalah Ibu Kota negeri tercinta Indonesia. Saya memiliki kepentingan dengan nama besar ibu kota negara tercinta. Coreng moreng yang terjadi dengan Jakarta pastilah saya dan kami ikut menanggung akibatnya. Oleh karena itu, kami tetap memiliki kepentingan dengan Jakarta Raya dan gubernurnya.
Empat Janji Suci NKRI
Tulisan singkat ini mencoba mengurai harapan masyarakat terhadap para calon gubernur yang akan bertanding dalam proses Pilkada DKI Jakarta Raya. Harapan itu, tentunya takait dengan janji suci para pendiri NKRI pada masa kemerdekaan tahun 1945. Ada empat janji suci NKRI: (1) melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Empat janji suci inilah yang sebenanya juga menjadi harapan seluruh anak bangsa Indonesia pada umumnya, termasuk didalamnya anak-anak bangsa warga DKI Jaya. Empat janji suci NKRI tersebut pastinya juga harus menjadi janji para calon gubernur DKI Jaya. Janji suci tersebut bukan hanya diniatkan, tetapi harus diucapkan, dan akhirnya harus dilaksanakan. Empat janji suci NKRI tersebut harus menjadi pegangan bagi para calon Gumbernur. Dari mana pun asal dan partai politiknya. Itu harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar lagi.
Pengalaman negatif lama sering kita ulang-ulang lagi. Perencanaan masa depan sering tidak menjadi perhatian. Oleh karena itu, semampang masih ada waktu untuk merenung kelu. Semampang masih ada waktu untuk berfikir jernih. Masih ada waktu untuk bertanya sana-sini, dan masih ada waktu untuk menulis harapan – yang mudah-mudahan dapat saya anggap sebagai harapan rakyat, orang kecil, yang sering kali dinafikan – saya memandang perlu agar suara rakyat kecil disuarakan. Sebaiknya suara ini memperoleh perhatian bagi Pemerintah pada umumnya.
Lebih khusus lagi adalah bagi pihak-pihak yang terkait dengan proses pilkada yang akan segera dilaksanakan. Proses evaluasi pilkada masa lalu perlu dilakukan, dan perencanaan masa depan perlu dipikirkan.
Secara lebih rinci, keempat janji suci tersebut dapat dijabarkan dalam beberapa harapan sebagai berikut:
Pertama, proses pilkada harus dilaksanakan secara jujur dan berintegritas. Persis sama yang dilakanakan dalam Unjian Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tidak ada artinya prestasi tanpa diperoleh dengan proses kejujuran. Tidak ada artinya kemenangah jika tidak diperoleh dengan proses kejujuran. Proses yang jujur harus dilaksanakan tanpa ada tekanan, paksaan, kampanye gelap, dan politik uang. Jika pada awalnya masih terjadi hal-hal semacam ini, minimal masyarakat harus memperoleh pembelajaran untuk menjadi jujur dan berintegritas.
Kedua, proses pilkada harus dilaksanakan dengan menghasilkan gubernur yang adil dan beradab. Adil memiliki makna selaras dengan penghargaan terhadap hak-hak kemanusiaan, bebas dari tirani, yakni pengargaan terhadap keberadaan mayoritas maupun minoritas. Beradab adalah cara-cara yang dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai etika adat, agama, dan kemanusiaan.
Ketiga, proses pilkada harus menghasilkan gubernur yang mimpinya sama dengan rakyat yang dipimpin. Oleh karena itu, program-program pembangunan yang dirancang haruslah sesuai dengan kondisi dan untuk memenuhi kebutuhan yakyat banyak. Rakyat banyak dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Rakyat juga harus dilibatkan dalam pengawasan dan evaluasi program pembangunan.
Kempat, proses pilkada harus mencapai kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, hasil pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan oleh gubernur baru untuk mencapai kesejahteraan rakyat banyak, serta untuk mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban di masa depan.
Kelima, hasil pilkada harus membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni melaksanakan perintah-pertintah-Nya dan menjahui segala laranannya. Amin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com. Kritik dan saran terhadap tulisan ini akan saya simpan dalam guci emas, yang akan digunakan untuk perbaikan tulisan ini di masa mendatang. Terima kasih.
Depok, 5 Februari 2016.