ArtikelPendidikan

Sekolah Indonesia Kuala Lumpur: Tempat Kita Belajar dan Menuntut Ilmu

470 views
12 Komentar

Oleh Suparlan *)

When planning for a year, plant corn. When planning for a decade, plant trees. When planning for life, train and educate people.
(Chinese Proverb)

No teacher, no education. No education, no social-economic development.
(How Chi Mien)

Education is not a preparation of life, but it is life itself.
(John Dewey)

Desember 1996 merupakan awal perkenalan saya dengan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK). Perkenalan itu memang sengaja dirancang sebagai tempat mencari pengalaman, untuk belajar, dan menunjut ilmu pengetahuan dan teknologi. Komitmen seperti ini tidak bergeser sejak awal sampai dengan hari ulang tahun SIK ke-41 ini dan sampai kapan pun. Mudah-mudahan.

Sekali lagi, perkenalanku sejak awal dengan SIK memang dirancang untuk memberikan bekal pengalaman belajar dan menuntut ilmu pengetahuan. Pengalaman itu pun sampai kini terus bertambah, dari satu tempat ke tempat lain, dari satu waktu ke waktu yang lain. Ya, kita memang harus terus belajar sepanjang hayat.

Itulah sebabnya, sejak kepulangan saya ke Indonesia pada tahun 2001-an, saya telah memperoleh penempatan di P4TK Matematika Yogyakarta, dan bahkan lebih dari itu, saya telah memperoleh kepercayaan menjadi konsultan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sampai saat ini di Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, sampai entah kapan kita akan diperjalankan entah kemana oleh Allah SWT.

Merumuskan Visi, Misi, Logo, dan Motto SIK

Dalam teori perencanaan strategis, langkah awal untuk membangun lembaga, termasuk satuan pendidikan sekolah, adalah merumuskan vivi sekolah, misi sekolah, dan tujuan sekolah. Malahan, ketika itu kita mencoba untuk merumuskan logo dan mottonya sekaligus. Kita ingin, jika negara tercinta Indonesia memiliki logo Garuda Pancasila, dan moto Bhinneka Tunggal Ika, SIK juga merasa perlu memiliki logo dan motto sekolah. Maka ketika itu, dilukislah satu logo buku yang terbuka dengan kelompak bunga tiga warna. Tiga warna itu, adalah untuk warna merah SD, warna biru SMP, dan warna abu-abu SMA. Inilah logo yang berhasil diciptakan oleh Arif Hidayat, siswa SIK, yang kebetulan anak sulung saya. Mudah-mudahan logo ini masih tetap dapat menyemangati seluruh warga sekolah untuk tetap menjadi bunga-bunga bangsa yang berkualitas untuk Nusantara. Pada saat itu juga telah berhasil merumuskan motto yang menggunakan Bahasa Sansekerta berbunyi ”CARAKA MUDA” yang artinya UTUSAN MUDA. Komunitas Indonesia yang belajar dan menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi di SIK diharapkan tetap dapat menempatkan dirinya dengan posisi sebagai UTUSAN bangsa dan negara yang masih berusia MUDA, serta tetap tinggi tingkat kecintaannya kepada tanah air, bangsa, dan negara Indonesia. Inilah tujuan jangka panjang yang diharapkan dapat dipertahankan dan sekaligus dapat dikembangkan di masa depan.

Buku 41 Tahun Sekolah Indonesia Kuala Lumpur

Jika Panitia Ulang Tahun SIK pada tahun ini akan menyusun buku 41 Tahun Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, maka hal itu merupakan gagasan yang sangat positif, untuk mencatat perkembangan SIK dari waktu ke waktu. Gagasan ini belum banyak dilakukan oleh banyak sekolah, baik di Indonesia maupun untuk Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN). Menyusun rencana yang baik dapat dilakukan dengan cara menulisnya. Dengan menulis semua pengalaman yang telah dilaksanakan, kita akan dapat menjadikan semua pengalaman itu menjadi guru yang tebaik. Experience is the best teacher. Berkenaan dengan gagasan untuk menulis buku 41 Tahun Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, selaku mantan Kepala Sekolah, saya sangat mendukung gagasan tersebut. Untuk mengisi buku tahunan ini, panitia ulang tahun ini dapat mengadakan acara lomba karya tulis siswa SD, SMP, dan SMA tentang pandangan dan cita-cita yang diharapkan tentang SIK, tentang gurunya, tentang fasilitas sekolah, tentang mata pelajaran yang diharapkan, dan banyak lagi yang lainnya.

Kualitas pendidikan sekolah dewasa ini dapat dilihat dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

  1. Standar isi;
  2. Standar proses;
  3. Standar kompetensi lulusan;
  4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
  5. Standar sarana dan prasarana pendidikan;
  6. Standar pengelolaan pendidikan;
  7. Standar pembiayaan pendidikan;
  8. Standar penilaian pendidikan.

Kedelapan standar nasional pendidikan tersebut sudah barang tentu akan menjadi aspek-aspek yang akan memperoleh perhatian dari semua komponen pendidikan, termasuk dari kacamata perserta didik dan semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah. Aspek-aspek tersebut merupakan dimensi-dimensi dalam sistem pendidikan yang akan besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan yang dihasilkan.

PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)

Salah satu dimensi penting dan sentral dalam sistem pendidikan nasional adalah ruang kelas, di mana terjadi proses pendidikan yang sesungguhnya, proses interaksi edukatif antara guru dan peserta didik. Di sinilah kita perlu memperhatikan standar proses, dengan menerapkan konsep PAKEM. Kelas adalah black box dalam sistem pendidikan. Arinya, semua interaksi dalam sistem pendidikan nasional akan terekam dalam black box tersebut. Sama dengan sistem penerbangan pesawat terbang, semua yang terjadi selama proses penerbangan akan terekam dalam black box tersebut. Itulah sebabnya, kalau pesawat jatuh, maka yang dicari adalah black box tersebut.

Konsep pembelajaran dewasa ini dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Dalam referensi asing, pembelajaran ini dikenal dengan Joyful Active Learning (JAL), yang memberlakukan peserta didik dalam pembelajaran secara ramah. Oleh karena itu, proses pembelajaran ini disebut juga dengan pembelajaran ramah anak, yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif melakukan actions atau kegiatan, bukan hanya diminta untuk mendengarkan saja. Kita memperoleh pelajaran dari ahli filsafat Cina Confucius (551 BC – 479 BC) yang menyatakan ”I hear and I forget. I see and I remember. I do and I understand”. Saya dengar dan saya lupa, saya melihat dan saya ingat, saya mengerjakan dan saya faham. Aktivitas anak ini diharapkan menjadi wahana untuk meningkatkan kreativitas siswa, dan dengan demikian tujuan pembelajaran dapat dicapai, serta para peserta didik dapat belajar dengan suasana kondusif yang menyenangkan dan yang memberdayakan.  Untuk ini, para pendidik diharapkan dapat lebih banyak memberikan penguatan (reennforcement) dan memberikan dorongan (encouragement) kepada peserta didik. Mengapa demikian? Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa “anak adalah sebagai figur sentral dalam pendidikan, dengan memberikan kemerdekaan sepenuh-penuhnya untuk berkembang”

Sebagai bahan ilustrasi, Rhenald Kasali, Ketua Program MM, Universitas Indonesia.telah mengisahkan pengalamannya sebagai berikut. Rhenalf Kasali pernah mengajukan protes pada guru di sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan Bahasa Inggris yang ditulis anaknya seadanya itu telah diberi nilai E (excellent) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar Bahasa Inggris. Karangan yang ditulis anaknya sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepadanya dan ia mencemaskan kemampuan verbalnya yang masih terbatas. Menurutny tulisan anaknya itu buruk, dan logikanya sangat sederhana. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anaknya kepada gurunya, dan ternyata karangan itu tidak diberi nilai buruk oleh gurunya, malah dipuji dan diberi nilai exellent. Ada apa? Apa tidak salah dalam memberi nilai itu? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya akan menjadi cepat puas diri. Itulah sebabnya Rhenald Kasali protes kepada guru anaknya. Ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?” “Dari Indonesia,” jawabnya. Guru anaknya itu pun tersenyum.

Budaya Menghukum

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup Rhenald Kasali. Sejak saat itu, Rhenald Kasali merasakan perlunya cara pandangnya dalam mendidik dan bahkan dalam membangun masyarakat. “Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini”, lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang agar maju. Encouragement!” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu Rhenald Kasali mendapat pelajaran berharga. Guru tidak boleh mengukur prestasi peserta didik berdasarkan ukuran kita. Rhenald Kasali teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan studi di Amerika Serikat dengan bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik, bahkan dengan ancaman drop out dan dengan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat.

Singkat kata, para pendidik di Indonesia tidak (belum) banyak melakukan encouragement, tetapi discouragement. Para guru di Indonesia masih sangat sulit untuk mengucapkan ”bagus”, atau bahkan ”bagus sekali”, ”baik”, atau bahkan ”baik sekali”, dan ”hebat” atau bahkan ”hebat sekali”. Sebaliknya para pendidik di negeri kita lebih banyak mengucapkan kata-kata yang sebaliknya, seperti ”bodoh”, ”bodoh sekali”, ”bloon” atau bahkan ”bloon sekali”, serta ucapan-ucapan yang menyakitkan hati dan menjatuhkan mental peserta didik kita. Guru kita kurang banyak melakukan penguatan (reenforcement) kepada anak-anak kita, pada hal Pak Tino Sidin yang dahulu sering muncul di televisi, dan telah seringkali memberikan contoh tentang bagaimana memberikan reenforcement atau penguatan atau memberikan encouragement atau dorongan kepada peserta didiknya.

Kembali ke pengalaman anak Rhenold Kasali tersebut, ibu guru mengingatkan kepada kita bahwa “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan. Rhenald Kasali juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal. Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dan dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu Rhenald Kasali mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Rhenald Kasali ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah karena saya telah memberi penilaian yang tidak obyektif, karena Rhenald Kasali pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna) dan mengatakan “gurunya salah”. Kini Rhenald Kasali melihatnya dengan kacamata yang berbeda. Sebaiknya kita lebih sering memberikan reward daripada punishment.

Gambaran yang diuraikan oleh Rhenald Kasali itu, mungkin terjadi dalam kehidupan dan pengalaman kita sehari-hari. Sebagai contoh, saya sendiri pun telah memajang piagam penghargaan yang saya peroleh sebagai juara pertama karya tulis Korpri tingkat nasional di ruang tamu, dengan demikian kebanggaan saya sebagai juara pertama karya tulis tingkat nasional tersebut akan memberikan motivasi untuk terus menulis. Contoh lain, ketika saya sempat mengadakan study visit ke sekolah Malaysia, saya menunjukkan kekaguman saya ketika melihat guru di Sekolah Rendah (SR) yang membentangkan ”tali rafiah” dari ujung ke ujung ruangan kelas untuk memajang hasil karya siswanya dengan menggunakan jepitan baju. Kalau di Jepang sekolah telah menyediakan almari pajangan hasil karya para siswanya, maka upaya guru di Malaysia dengan memajang hasil karya siswa dengan menggunakan ”tali rafiah” dengan ”jepitan baju”, maka kita menyebutnya satu upaya yang inovatif dan kreatif. Kita wajib memberikan acungan jempol kepada para guru itu, karena telah memberikan penghargaan secara sederhana kepada para siswa ketimbang dengan memberikan hukuman kepadanya.

Instructional Leadership

Ketika kelas menjadi black box atau kotak hitam dari keseluruhan proses pendidikan, proses interaksi edukatif di sekolah, maka kepala sekolah harus mampu melaksanakan perannya sebagai pemimpin dalam proses pembelajaran. Kepemimpinan pembelajaran ini merupakan hal yang sangat penting dilaksanakan oleh kepala sekolah.

Dalam buku bertajuk Seven Steps to Effetive Instructional Leadership, Elaine K. McEwan menjelaskan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran yang effektif sebagai berikut:

  1. Establish clear instructional goals;
  2. Be there for your staff;
  3. Create a school culture and climate conducive to learning;
  4. Communicate the vision and mission of your school;
  5. Set high expectations for your staff;
  6. Develop teacher leaders;
  7. Maintain positive attitudes toward students, staff, and parents.

Dengan kata lain, untuk menciptakan kepemimpinan pembelajaran yang efektif, maka kepala sekolah harus melakukan fokus-fokus kegiatan sebagai berikut:

  1. Memantapkan tujuan pembelajaran yang jelas;
  2. Berada di tengah-tengah staf;
  3. Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif untuk pembelajaran;
  4. Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah Anda;
  5. Menciptakan harapan yang tinggi untuk staf Anda;
  6. Membangun para pemimpin guru;
  7. Memelihara sikap-sikap yang positif terhadap siswa, staf, dan orangtua peserta didik.

Pertama, satu hal yang penting untuk memantapkan tujuan pembelajaran yang jelas adalah melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang harus disusun oleh para pendidik. Tujuan pembelajaran yang jelas ini, tentu saja bukan hanya yang mementingkan ranah kognitif, tetapi juga harus mencakup ranah yang lebih luas, yaitu ranah afektif, dan psikomotorik. Tidak hanya mementingkan aspek kecerdasan komprehensif, yaitu intelektual, sosial, dan spiritual, yang dalam khasanah Indonesia dikenal dengan olah pikir, olah rasa, olah hati, dan olah raga. Singkat kata, tujuan pembelajaran yang jelas itu tidak hanya mementingkan pengembangan otak kiri, tetapi keseimbangan pengembangan otak kiri dan kanan.

Tujuan pembelajaran yang jelas tersebut, sudah pasti harus searah dan sejalan dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Mahatma Gandhi mengingatkan kita bahwa ”Salah satu dosa yang fatal adalah pendidikan tanpa karakter. Lebih dari itu, Dr. Marthin Luther King juga mengingatkan kepada kita bahwa ”Intelligence plus character… that is goal of true education” Kecerdasan plus karakter… itu adalah tujuan akhir dari pendidikan yang sebenarnya. Kecerdasan yang dimaksud di sini adalah kecerdasan intelektual. Oleh karena itu harus didampingi oleh karakter, dalam arti bahwa kecerdasan yang akan dicapai adalah kecerdasan komprehensif. Dalam pengertian inilah yang telah lama dirumuskan oleh the founding fathers dalam Pembukaan UuD 1945, yaitu ”mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Kedua, dalam paradigma lama, pemimpin kebanyakan hanya main perintah dari atas singgasananya. Tidak! Pemimpin pembelajaran harus berada di tengah-tengah stafnya. Bahkan dapat secara langsung memberikan contoh, memberikan motivasi kepada staf, dan ikut memberikan solusi jika staf menghadapi masalah dalam pelaksanaan tugasnya.

Ketiga, pemimpin pembelajaran harus mampu menciptakan suasana dan budaya sekolah yang kondusif. Pemimpin pembelajaran yang efektif harus mampu menciptakan budaya yang nyaman dan aman, dan dengan demikian dapat melahirkan semangat untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keempat, pemimpin pembelajaran yang efektif, untuk menyusun dan melaksanakan program dan kegatannya harus diawali dengan melakukan sosialisasi tentang visi dan misi sekolah yang telah dirumuskan oleh semua pemanku kepentingan pendidikan di sekolah. Bahkan, semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah, harus dilibatkan dalam proses penyusunan rencana strategis unttuk satuan pendidikan.

Kelima, pemimpin pembelajaran harus mampu mencipatkan dan membangun harapan yang tinggi bagi stafnya, memberikan harapan bahwa di mana ada harapan, masih ada jalan (where there is will, there is a way). Hanya karena kemauanlah, jalan itu masih akan terbentang lebar di hadapan.

Keenam, kita sering mendengarkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menyiapkan calon pemimpin yang lebih baik. Dengan demikian, pemimpin pembelajaran juga harus menyiapkan para guru untuk menjadi pemimpin-pemimpin yang lebih baik di masa depan.

Ketujuh, pemimpin pembelajaran harus mampu menciptakan hubungan dan sikap yang positif terhadap semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah, termasuk dengan orangtua siswa, sehingga semua pemangku kepentingan di sekolah tersebut dapat bekerja sama secara sinergis untuk meningkatan mutu pendidikan di sekolah. Mustahil akan dapat membangun kerja sama secara sinergis, jika di antara mereka tidak memiliki sikap dan hubungan yang positif.

Kesimpulan dan Harapan

Ada beberapa butir kesimpulan yang dapat dipetik dari uraian yang telah dijelaskan.

Pertama, keberadaan SIK telah memberikan sumbangan yang cukup besar sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru-guru SIK telah berganti-ganti dan telah berupaya untuk ikut menyumbangkan darma baktinya untuk memberikan pendidikan bagi kumunitas Indonesia di Malaysia. Demikian juga dengan para alumnya, yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, bahkan di luar negeri, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa dan rakyat Indonesia.

Kedua, dalam teori manajemen perubahan, mereka yang masih hidup selalu memerlukan perubahan. Hanya mereka yang matilah yang tidak memerlukan perubahan. Oleh karena itu, SIK perlu selalu melakukan perubahan-perubahan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan sekolah. Perubahan yang terencana diperlukan dengan melalui menyusun rencana strategis untuk peningkatan mutu pendidikan.

Ketiga, dalam salah satu periode, SIK telah berhasil merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah, serta sekaligus logo dan motto sekolahnya. Dalam periode inilah dimulai dengan upaya untuk menuliskan buku tentang SIK, yaitu 30 Tahun Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, bersamaan dengan terbitnya buku tentang Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur. Pada ulang tahun SIK ke-41, pantia ulang tahun akan berusaha untuk menuliskan kembali sejarah perkembangan SIK sejak berdiri sampai dengan saat ini.

Keempat, untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di SIK, dalam buku bertajuk Seven Steps to Effetive Instructional Leadership, Elaine K. McEwan menjelaskan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran yang effektif sebagai berikut:

  1. Establish clear instructional goals;
  2. Be there for your staff;
  3. Create a school culture and climate conducive to learning;
  4. Communicate the vision and mission of your school;
  5. Set high expectations for your staff
  6. Develop teacher leaders;
  7. Maintain positive attitudes toward students, staff, and parents.

Dalam tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran yang efektif kepala sekolah harus mampu membangun hubungan dan kerja sama sinergis dengan semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah, untuk bersama-sama membangun upaya peningkatan mutu pendidikan di SIK. Amin.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Bahan Bacaan

  • Cooper, James M. 1986. Classroom Teaching Skills. Toronto: D.C. Heath and Company.
  • Komaruddin Hidayat. Langit Mendung di Atas Kampus. www.seputar-indonesia.com.
  • McEwan, Elaine K. Seven Steps to Effetive Instructional Leadership.
  • Prof. Suyanto, Ph.D. Urgensi Pendidikan Karakter. www.mandikdasmen.com.
  • Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. Yogyakarta: Hikayat.
  • Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.
  • Wardiman Djojonegoro. 1996. Fifty Years Development of Indonesian Education. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
  • Wardiman Djojonegoro. 1998. Lima Tahun Mengemban Tugas Pengembangan SDM: Tantangan yang Tiada Hentinya. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Depdikbud.
  • www.tokohindonesia.com

 

Tags: sekolah indonesia kuala lumpur

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

12 Komentar. Leave new

  • Salam.
    Mau bertanya, untuk mendaftar menjadi guru di SIKL kalau boleh tahu persyaratannya apa yah pak?
    Terimakasih..

    Balas
    • Saya sudah pensiun sejak 2004. Mungkin ada perubahan-perubahan peratuan dll. Oleh karena itu lebih baik jika Anda bertanya ke Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kemendikbud, khususnya Bagian Kerja Sama Luar Negeri. Maaf, dan terima kasih. Salam, Suparlan.

      Balas
    • Saya sudah pensiun sejak 2004. Mungkin ada perubahan-perubahan peratuan dll. Oleh karena itu lebih baik jika Anda bertanya ke Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kemendikbud, khususnya Bagian Kerja Sama Luar Negeri. Maaf, dan terima kasih. Salam, Suparlan.

      Balas
  • Ass.ww.
    Alhamdulillah SIK makin berkibar atas izin Allah SWT. Salam sy dari mantan guru orkes/pembina OSIS th 89-93. Mhn info, kalau dulu guru staf lokal pensiun/mengundurkan diri tdk ada pesangon apalagi pensiun, kalau sekarang bgmn Pak ?

    Balas
    • Waalaikum salam. Saya kembali ke Jakarta sdh tahun 2001. Jadi informasi tersebut tidak sampai kepada saya. Mungkin ada perubahan mestinya. Terima kasih telah mengontak Masih ada mantan siswa SIK yang mengajar di SIK. Kontak personnya maaf saya tidak tahu. Malah anak saya pernah kumpul-kumpul di Jakarta. Salam.

      Balas
  • jika saya ingin melakukan penelitian tesis di SIK bagaimana caranya? mohon infonya terimakasih.

    Balas
    • Langsung saja ke KBRI Kuala Lumpur. Bisa melalui kepala sekolahnya. Bisa melalui Ditjen Dikdasmen di Gedung E Lantai 5 Senayan Jakarta. Tapi itu birokratis sekali. Lebih baik langsung saja. Salam, Suparlan.

      Balas
    • Langsung saja ke KBRI Kuala Lumpur. Bisa melalui kepala sekolahnya. Bisa melalui Ditjen Dikdasmen di Gedung E Lantai 5 Senayan Jakarta. Tapi itu birokratis sekali. Lebih baik langsung saja. Salam, Suparlan.

      Balas
  • Tri Puji Astuti, S.Pd. SD
    Kamis, 11 Feb 2016 00:50:42

    Saya ingn mengajar di SekoLah Dasar Indonesia, di Kualalumpur, mohon untuk memberitahukan tentang oinformasinya.
    Terimakasih.

    Balas
  • saya berminat menjadi guru di SILN Malaysia…tolong kasih infonya….terimakasih….

    Balas
    • Silahkan hubungi +60326988422. Kalau Anda di Jakarta, silahkan ke Kepala Bagian Tata Laksana, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Gedung E Lantai 5 Jalan Jenderal Sudirman, Kompleks Kemdikbud, Senayan, Jakarta. Selamat berjuang.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts