ArtikelDunia Islam

Kuliah Tertulis Ramadan Hari Kelima Belas: Reformasi Besar Rasulullah

408 views
Tidak ada komentar

Oleh: Suparlan *)

Pelajaran yang bisa diambil dari reformasi besar yang dilakukan Rasulullah adalah ajakan berpikir positif, bersikap optimistis serta jauh dari kekerasan dan radikalisme
(Presiden SBY, sambutan pada peringatan Nuzulul Quran 1428 H di Masjid Istiqlal Jakarta)

Perubahan besar yang dilakukan Rasulullah dilaksanakan dengan penuh kegigihan, kesabaran,ketegaran,dan pengorbanan
(Presiden SBY, sambutan pada peringatan Nuzulul Quran 1428 H di Masjid Istiqlal Jakarta)

Nuzulul Quran dikenal dengan malam seribu bulan. Malam itu diyakini sebagai hari diturunkannya wahyu Allah pertama kalinya. Surat Iqra adalah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah ”bacalah” diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang justru dikenal sebagai buta aksara.

Kenyataan ini dapat menjadi salah satu bukti bahwa wahyu itu benar-benar dari Allah SWT, dan sama sekali bukan kata-kata Muhammad, sebagaimana dituduhkan oleh sementara pihak. Selain itu, membaca ini memiliki pengertian yang lebih kompreghensif dibandingkan dengan pengertian membaca dalam arti sempit bisa memaca kata demi kata. Membaca di sini memiliki pengertian memahami situasi dan kondisi lingkungan sekitar, memahami masalah yang dihadapi dan dapat menentukan alternatif pemecahannya.

Dalam acara peringatan Nuzulul Quran 1428 H tahun ini di Masjid Istiqlal Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutannya. Dalam kata sambutan beliau, pelajaran yang bisa diambil dari reformasi besar yang telah dilakukan Rasulullah adalah tentang tiga hal yang sangat penting, yakni (1) berfikir positif, (2) bersikap optimistis, dan (3) jauh dari kekerasan dan radikalisme.

Dalam tulisan singkat ini, ketiga hal penting itu akan diulas sebagai berikut.

Pertama, berfikir positif. Berfikir positif atau positive thinking merupakan cara pandang positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, orang yang berfikir positif tidak mudah menyalahkan orang lain jika menghadapi masalah. Orang yang berfikir positif tidak mudah mencari kambing hitam dalam memahami setiap masalah yang dihadapi. Orang yang berfikir positif lebih dekat dengan cara berfikir kritis (crtical thinking), yakni cara berfikir yang mencoba untuk mencari sebab akibat dari masalah yang dihadapi. Dalam tarikh, ketika Rasulullah SAW menghadapi tantangan yang hebat dari kaum Qurasy, beliau memecahkan masalah itu dengan tidak menyalahkan kaum Quraisy. Percuma saja, kalau beliau hanya menyalahkan kaum Quraisy. Beliau justru mencari pemecahan yang sangat elegan, yakni hijrah ke Madinah. Terjadilah pertemuan antara kaum Muhajirin yang mengikuti rombongan hijrah Rasulullah dengan kaum Anshar yang menerima dan membantu kedatangan Rasulullah di Madinah. Hijrah Rasulullah menjadi awal kejayaan Rasulullah dalam menjalankan misi dakwahnya. Hal ini terjadi karena beliau menghilangkan jauh-jauh cara berfikir negatif, atau konfrontatif dengan para penentang misi dakwahnya. Berkat berfikir positif, Rasulullah dapat menemukan jalan baru dalam melaksanakan dakwah.

Kedua, bersikap optimistis. Di samping Rasulullah tidak menyalahkan melulu orang lain, Rasulullah juga tidak putus asa dalam melaksanakan kerja dakwah. Where there is a will, there is a way. Dimana ada kemauan, di situlah ada jalan. Beliau yakin, bahwa pertolongan Allah pasti bakan diperoleh, jika kita memiliki niat yang suci dan kuat. Putus asa akan menjadi sahabat setan. Karena itu, sikap optimistis menjadi pedoman hidup Rasulullah. Masalah tidak akan dapat diselesaikan hanya dengan mengeluh. Tidak ada masalah tanpa pemecahan. Oleh karena itu Rasulullah yakin dan percaya bahwa Allah SWT akan selalu memperikan pertolongan bagi umatnya yang bersikap optimistis.

Ketiga, jauh dari kekerasan dan radikalisme.

Cerita tentang kelemah-lembutan yang berhasil menghancurkan cara-cara kekerasan telah diceritakan pada tulisan sebelumnya, bertajuk Rasulullah dan Pengemis Buta. Pengemis buta adalah simbul kekerasan. Pengemis buta itu menghina Rasulullah sebagai pembohong, sebagai pendusta, dan sebutan-sebutan keji yang lain. Apa yang dilakukan Rasulullah? Beliau tidak membalasnya dengan kekerasan yang sama. Dengan kasih sayang, beliau menyuapinya pengemis buta itu. Nabi telah dipanggil Allah. Nah, apa yang terjadi ketika pengemis buta itu mengetahui dari Sahabat Abupakar bahwa sesungguhnya yang menyuapinya selama ini adalah orang yang sangat dibencinya, yakni Muhammad? Pengemis buta itu justru mengucapkan dua kalimah sahadat di depan Sahabat Abubakar. Dengan demikian, melawan kekerasan tidak harus dibalas dengan tindakan yang sama. Kebaikan dibalas dengan kebaikan, atau kejelekan dibalas dengan kejelekan, itu biasa. Kebaikan dibalas dengan kejelekan itu durhaka. Tetapi kejelekan dibalas dengan kebaikan, itu namanya mulia. Islam adalah agama yang mulia. Oleh karena itu, harus didakwahkan dengan cara yang mulia, tanpa kekerasan dan radikalisme. Peperangan yang dilakukan Rasulullah ternyata memang hanya bersifat mempertahankan diri, bukan penyerangan apalaghi dengan cara kekerasan dan radikalisme.

Pelajaran berharga yang dipetik Presiden SBY dari reformasi besar Rasulullah sudah barang tentu perlu kita fahami bersama dan kemudian dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Mudah-mudahan amal puasa pada hari kelima belas di Bulan Ramadan yang mulia ini dapat membentuk prbadi kita yang mulia. Amin, ya robbal alamin. Wallau alam bishawab.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Depok, 27 September 2007

Tags: Ramadhan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts