Oleh: Suparlan *)
Pada tanggal 28 September 2015, St. Sularto menulis di harian Kompas tentang sejarah awal pendidikan di Indonesia. Sampai saat ini, sejarah itu terlupakan. Atau sengaja kita abaikan? Padahal Bung Karno mengingatkan kepada seluruh anak bangsa. Jas merah. Jangan melupakan sejarah. Begitulah kira-kira. Siapakah tiga tokoh pendidikan itu? Tulisan singkat ini menjelaskan tentang tiga tokoh pendidikan yang menjadi inspirator keperdekaan NKRI. Tulisan ini bersumber dari tulisan St. Sularto tersebut. Ditambah dengan beberapa sumber lainnya.
Pertama. Willem Iskander Nasution (1840 – 1876). Lahir di Desa Tanabato, Mandailing Natal. Lembaga pendidikan yang didirikan adalah Kweekschool voor Inlandsch Onderwijzers (Sekolah Guru Bumiputera) tahun 1862. Willem Iskander Nasition wafat pada usia muda, 36 tahun. Itulah sebabnya jasa besarnya bagi NKRI hanya sependek itulah dikenang orang.
Kedua, Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959). Lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara. Karir yang ditekuni adalah sebagai kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Lembaga pendidikan yang didirikan adalah Taman Siswa tahun 1922. Lembaga ini memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Ketiga, Muhammad Sjafei, yang juga dikenal Engku Sjafei, demikian St. Sularto menyebutnya. Lahir di Kayutanam, Sumatera Barat. Lembaga pendidikan yang didirikan adalah Indonesische Nederlandsche Kayutanam (Institut Nasional Sjafei) atau Ruang Pendidik INS Kayutaman, satu lembaga pendidikan menengah swasta yang becorak khusus. Lembaga ini didirikan di Kayutanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat pada 31 Oktober 1926. Muhammad Sjafei pernah dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ketiga setelah Ki Hajar Dewantara dan Todung Sutan Gunung Mulia dalam Kabinet Sjahrir II.
Pada awal pendiriannya, INS Kayutanam hanya menyewa rumah penduduk dengan murid awal sebanyak 79 orang. Saat ini perguruan tersebut telah mempunyai lahan seluas 18 hektare. Sepanjang usianya, INS Kayutanam telah melahirkan banyak alumni yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat dan dikemudian hari menjadi tokoh-tokoh yang dikenal masyarakat luas. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Yoesoef menyebutkan bahwa ketiga tokoh pendidikan tersebut adalah “inspirator ide-ide kemerdekaan lewat pendidikan”. Tulisan singkat ini menjelaskan tentang upaya dan kerja kerasnya untuk membangun pendidikan. Membangun kehidupan, karena pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Kata John Dewey, pakar pendidikan Amerika Serikat.
Komponen Pendidikan
Kweekschool voor Inlandsch Onderwijzers atau Sekolah Guru Bumiputera adalah sekolah yang digagas pertama oleh Willem Iskander Nasution. Kaisar Hirohito memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya guru sebagai komponen pendidikan nasional. Ketika kota Nagasaki dan Hiroshima luluh lantak karena bom telah dijatuhkan, Kaisar Hirohito mengunjungi dua kota yang luluh lantak tersebut. Kaisar menanyakan kepada publik, masih ada berapa guru yang tersisa?
Willem Iskander Nasution juga berpendapat bahwa guru menjadi komponen yang penting dalam sistem pendidikan nasional. Itulah sebabnya Willem Iskander Nasution mendirikan Sekolah Guru Bumiputera. Pandangan tokoh pendidikan mana pun di dunia ini juga demikian. Digumarti Baskara Rao , tokoh pendidikan dari India menegaskan bahwa Good education requires good teachers. Pendidikan yang baik memerlukan guru yang baik. Pandangan demikian juga dikemukakan Ho Chi Minh, bapak pendidikan bangsa Vietnam. Beliau menegaskan bahwa “No teacher, no education; no education, no social-economic development. Tidak ada guru, tidak ada pendidikan; Tidak ada pendidikan, tidak ada pembangunan sosial-ekonomi. Di samping guru, komponen pendidikan yang tak kalah pentingnya adalah peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus menjadi titik sentral perhatian. Peserta didik lebih penting dari mata pelajaran yang diajarkan.
Karya Monumental
Penghargaan terhadap ketika tokoh pendidikan tersebut yang terpenting adalah ngleluri gagasan dan warisan karyanya, seperti menerbitkan buku sejarahnya dan karya-karya monumentalnya. Bukan hanya sekedar memperingati hari wafatnya.
Jika Ki Hajar Dewantara terkenal dengan karya Ing Ngarso sung tulodo, Ing Madya mangun karso, Tut Wuri Handayani. Yang diambil menjadi motto atau semboyan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah Tut Wuri Handayani. Sedang Willem Iskander Nasution memberikan inspirasi kemerdekaan dari kumpulan prosa dan puisi berjudul “Si Bulus-Bulus si Rumbuk-Rumbuk” sebuah hasil karya monumental berbahasa Mandailing, yang artinya Lurus Tulus Mufakat. Lurus artinya jujur dan tidak neko-neko. Tulus menurut Ippho Santosa memang tidak sama dengan ikhlas. Ikhlas lebih tinggi nilainya, karena ikhlas dilandasi karena Allah. Kalau tulus itu belum ada landasannya karena Allah. Sementara Muhammad Sjafei mempunyai keyakinan kuat bahwa:
1. Mendidik rakyat ke a rah kemerdekaan;
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masnyarakat;
3. Mendidik pemuda-pemuda supaya berguna bagi masyarakat;
4. Menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
5. Tidak mau menerima bantuan yang mengikat
Karya-karya monumental ketiga tokoh pendidikan tersebut hendaknya ditulis kembali, dicetak, dan disebarkan (bahasa agamanya didakwahkan) kepada masyarakat. Generasi yang dihasilkan bukan hanya generasi penerus, tetapi generasi pelurus. Amin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.
Depok, 3 Oktober 2015.