Oleh: Suparlan*)
Kalimat itu disampaikan dalam sebuah acara tanya jawab di televisi untuk membahas Tafsir Al-Nisbah. Beliau memang bukan satu-satunya pakar al-Qur’an di Indonesia, tapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dalam konteks kekinian dalam masa post modern membuat beliau lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur’an lainnya.
Quraish Shihab menggunakan pendekatan kontekstual untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Quran. Oleh karena itu, Al-Quran tidak pernah ketinggalan zaman. Hebatnya, Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan, misalnya pernah menjadi Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Kelebihan lainnya adalah selain beliau piawai menyampaikan uraian materinya melalui ceramah, beliau juga piawai melalui menulis di berbagai media, termasuk mengunggahnya dalam laman pribadinya www.quraishshihab.com
Tulisan singkat ini merupakan ulasan sekilas tentang acara tanya jawab di televisi yang membahas Tafsir Al-Misbah. Tulisan ini sama sekali tidak mempunyai pretensi untuk membenarkan atau pun menyalahkan pernyataan Prof. Dr. Quraish Shihab. Tepi sekedar sebagai catatan pemikiran yang muncul setelah mendengarkan secara intent terhadap pernyataan beliau tersebut berdasarkan proses pemikitan kritis penulis, yang nota bene bukan ahli Bahasa Arab dan bukan pula sebagai Ulama.
Tuhan dan Allah
Prof. Dr. Quraish Shihab tidak menyebutkan lafadz Allah dalam tanya jababnya, tapi menggunakan kata Tuhan. Istilah Tuhan menunjukkan bahwa Quraish Shihab sangat eksklusif dalam menjelaskan substansi yang disampaikan kepada penontoh televisi. Bukan hanya untuk umat Islam, tapi umat beragama yang, Meskipun substansinya yang jelas, memang bersumber dari Islam. Oleh karena itu, materi ini sangat esensial dalam konsep Islam. Materi ini dapat menjadi pedoman bagi siapa saja. Bagi umat yang beragama lain. Bukankah Tuhan itu digunakan oleh semuanya? Untuk Indonesia, konsep ketuhanan telah menjadi konsep universal sebagai salah satu sila dalam Pencasila, cuma telah dieksplisitkan menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, agar akidahnya tetap sebagai akidah Islamiyah dengan Tuhan yang Esa. Tiada Tuhan selain Allah. Walau bagaimana, lafadz Allah sebenarnya telah lebih populer ketimbang Tuhan. Oleh karena itu, sebaiknya kita menggunakan lafadz Allah SWT ketimbang dengan Tuhan Yang Maha Esa, atau biarlah berkembang sesuai dengan zaman.
Urusan manusia
Ungkapan yang dikemukakan oleh Prof. Quraish Shihab adalah semua urusan. Semua urusan manusia sebagai mahluk yang tertinggi derajatnya. Manusia yang dikaruniai akal. Dalam pengertian semua urusan orang yang tidak membedakan agamanya. Bukankah semua orang tersebut juga semua urusan semua orang. Apalagi yang disebutkan Prof. Dr. Quraish Shihab adalah Tuhan semua umat. Dengan demikian janji Allah SWT yang akan mempermdah semua urusan tersebut juga urusan semua umat. Urusan tersebut tentu saja urusan dunia dan urusan akhirat, Semua urusan tersebut akan dipermudah oleh Tuhan. Dengan catatan jika kamu mau. Dalam hal ini, sama dengan perintah Allah SWT agar berpuasa kepada semua manusia yang beriman. Dalam Surah Al-Baqarah disebutkan “Wahai umat yang beriman. Berpuasalah kamu sebagaimana telah diperintahkan kepada semua umat sebelum kamu, agar kamu menjadi orang yang bertaqwa. Dengan demikian, sebenarnya perintah berpuasa adalah perintah universal, kepada mereka yang beriman. Apakah setiap mereka yang berpuasa kemudian lantas secara otomatis menjadi orang yang bertaqwa? Tidak! Puasa yang bagaimana? Dalam hal ini berlaku hukum sebab akibat, atau hukum if-then atau jika maka. Jika kamu berpuasa dengan benar. Itu pun harus dikuti dengan ungkapan isyaallah kamu akan menjadi orang yang bertaqwa. Bukan satu keniscayaan, tapi satu harapan.
Where there is a will there is a way
Sama dengan perintah berpuasa tersebut dalam Surah Al-Baqarah tersebut, perintah atau pernyataan Allah tersebut juga merupakan ungkapan bersyarat hipotetis. Tuhan akan mempermudah semua urusan, jika kamu mau. Siapa sebenarnya yang mau mempermudah semua uruaan? Tuhankah? Atau sebenarnya kamu sendiri? Pernyataan Allah SWT tersebut sesungguhnya sama sebangun dengan substansi kata-kata bijak yang kita seriang ucapkan “Where there is a will, there is a way.” Di mana ada kemauan, di mana ada jalan. Dalam penelitian, kita biasanya merumuskan dua variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, sedang variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi. Dengan kata lain, puasa adalah faktor yang mempengaruhi tingkat ketaqwaan seseorang. Sedang kadar ketaqwaan itu sendiri menjadi variabel yang ditentukan atau minimal dipengaruhi oleh variabel puasa itu sendiri. Saya menangkap satu materi yang sangat esensial yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab. Pertama, beliau tidak menyebut Allah ketika itu, tapi Tuhan. Begitu bebasnya dan begitu tolerannya Prof ini dalam menggunakan istilah Tuhan, agar substansi materi yang dijelaskan dapat ditangkap oleh semua golongan agama, karena di Indonesia istilah Tuhan telah masuk dalam sila Pancasila sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya kira tidak mengapa dan syah-syah saja. Bukan kulitnya tetapi isi atau substansinya. Kedua, beliau meletakkan manusia bukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Sekali lagi, Quraish Shihab menyebutkan bahwa “Tuhan akan mempermudah semua urusan, jika kamu mau.” Pernyataan ini sama dengan Hadits yang menyebutkan bahwa “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kalum, jika kaum itu sendiri tidak akan mengubahnya.”
Refleksi
Akhirnya, bagi penulis peryataan Prof. Dr. Quraish Shihab tersebut adalah pernyataan yang mencerdaskan, karena telah membuka dan menjawab tabir-tabir pertanyaan tentang Allah sebagai dzat yang maha tinggi dan mahluk manusia yang maha rendah ini. Penulis berharap menjadi petunjuk ke jalan yang lurus untuk dapat mengamalkan ajaran agama secara benar dan kaffah. Amin, ya robbal alamin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.
Depok, 14 Juni 2016.
1 Komentar. Leave new
Betul, yang terpenting mau dulu. Hasil belakangan.